Mencintai Pria Yang Sama

Mencintai Pria Yang Sama

Sejak awal, aku dan kakakku, Rina, sama–sama tahu bahwa mencintai pria yang sama adalah kesalahan. Namun bagaimana hati bisa memilih? Pria itu—Ardan—muncul di hidup kami seperti angin musim hujan: datang tiba-tiba, membawa kesejukan sekaligus badai.

Aku mengenalnya lebih dulu. Ardan sering datang ke toko tempatku bekerja, pura-pura menanyakan barang yang sama setiap minggu hanya agar bisa berbicara denganku lebih lama. Senyum dan sorot matanya membuatku sulit bernapas. Tapi entah bagaimana, Rina juga merasa hal yang sama. Dan Ardan… bukannya menjauh, ia justru membiarkan semuanya mengalir sampai menjadi rumit.

Tulis Kisahmu DISINI

Awalnya kami kira dia hanya ramah. Belakangan, baru kami mengerti: dia suka diperhatikan. Suka diperebutkan.

Suatu sore, Ardan datang ke rumah. Ibuku membuka pintu, menatapnya dengan sorot yang sulit kubaca. Aku pikir tak ada hal aneh saat itu. Tapi kemudian, pelan-pelan aku melihat hal-hal kecil yang janggal: cara Ibu memperbaiki rambutnya saat Ardan lewat, cara Ardan menahan pandangannya sedikit terlalu lama ketika berbicara dengannya.

Aku mencoba menepis prasangka buruk. Mungkin aku hanya berlebihan karena cemburu dengan kakakku. Mungkin pikiranku sudah terlalu penuh. Mungkin aku hanya takut kehilangan.

Lalu malam itu datang.

Aku pulang lebih cepat dari biasanya. Rumah gelap, kecuali lampu ruang tengah yang temaram. Aku mendengar suara—bukan suara yang kukenal sebagai percakapan biasa. Lebih seperti bisikan tergesa, tarikan napas yang mencoba disembunyikan.

Langkahku terhenti. Di balik pintu yang tak tertutup rapat itu, kulihat bayangan dua orang. Ardan. Dan… Ibu.

Darahku seakan berhenti mengalir. Dunia runtuh dengan suara yang tak terdengar.

Aku mundur tanpa suara. Dadaku sesak, bukan hanya karena cinta yang hancur, tapi karena pengkhianatan yang tak terbayangkan datang dari orang yang paling seharusnya melindungiku.

Keesokan paginya, Ibu berpura-pura seperti tak ada apa-apa. Sarapan di meja, roti panggang yang biasanya kusukai. Aku menatapnya lama, mencari jawaban di wajah yang selama ini kupuja sebagai tempat pulang. Tapi yang kutemukan hanya kebohongan yang terbungkus rapi.

Rina, yang tak tahu apa-apa, masih bercerita tentang perasaan rahasianya pada Ardan. Tentang rencananya mengungkapkan cinta minggu depan. Hatiku mencelos. Bagaimana mungkin aku bisa menghancurkan harapannya? Tapi bagaimana mungkin aku membiarkan ia berjalan menuju luka yang sama?

Akhirnya aku memilih bicara. Bukan tentang malam itu, bukan tentang kejatuhan Ibu. Tapi tentang Ardan, pria yang tak pantas untuk kami berdua.

“Dia bukan orang yang layak, Rin,” kataku pelan. “Percayalah.”

Rina terdiam, menatapku lama. “Kamu sudah lebih dulu menyadarinya ya?” tanyanya akhirnya.

Aku mengangguk. Tidak banyak yang perlu dijelaskan. Ada luka yang lebih baik disimpan agar tidak melukai lebih banyak hati.

Sejak hari itu, Ardan tak pernah lagi datang ke rumah. Hubungan kami berdua—aku dan Rina—justru menjadi lebih kuat. Sementara Ibu… aku butuh waktu lebih lama untuk memaafkannya.

Beberapa rahasia memang tak harus diungkapkan kepada semua orang.
Tetapi ada satu kebenaran yang kupelajari dengan pahit:
Tidak semua yang kita cintai pantas diberi tempat di hati.

TAMAT

Download Wallpaper