Ciuman Pertamaku
Pesan itu terus terulang di kepalaku seperti kaset rusak. Apa yang ingin ia bicarakan? Nilai? Tugas kelompok? Atau mungkin… sesuatu yang lebih dari itu?
Kelas 1B masih sepi ketika aku tiba. Lampu-lampunya baru saja dinyalakan, bangku-bangku tersusun rapi, dan udara masih dingin bercampur aroma kapur tulis. Suara langkah pelan terdengar dari belakang, membuatku spontan menoleh. Dira berdiri di pintu, dengan senyum malu-malu yang selalu mampu membuatku kehilangan kata.
“Kamu datang juga,” katanya pelan.
“Tentu saja… kamu yang minta,” jawabku, mencoba menahan getaran suara.
Ia mendekat, melangkah perlahan sambil menggosok tengkuknya—kebiasaan yang selalu ia lakukan saat gugup. “Aku… sebenarnya mau ngomong ini dari dulu,” katanya. “Tapi tiap lihat kamu, aku lupa semua kata-kata.”
Aku tertawa kecil, merasa pipiku merona. “Sampai segitunya?”
“Hmm,” ia menatapku, mata cokelatnya jernih. “Aku suka sama kamu.”
Jantungku terasa berhenti sesaat. Kalimat sederhana itu menggema begitu jelas, seperti bel sekolah yang memecah kesunyian. Aku menunduk, tak tahu harus menjawab apa. Namun sebelum sempat berkata apa pun, ia menambahkan, “Kalau kamu nggak merasa yang sama, nggak apa-apa. Aku cuma… nggak mau nyesel.”
Aku mengangkat wajah, menatapnya. “Aku juga suka sama kamu, Ra.”
Dira terdiam. Mungkin kalimatku terdengar tidak nyata baginya, sama seperti semua ini terasa tidak nyata bagiku. Lalu aku melihat senyum itu—senyum yang hanya muncul ketika ia benar-benar bahagia.
“Kamu serius?” bisiknya.
Aku mengangguk.
Dira melangkah mendekat hingga jarak kami hanya sejengkal. Ruangan kelas 1B seolah menahan napas bersama kami. Angin dari jendela menggerakkan tirai, cahaya pagi menyusup lembut, dan hanya ada dua suara: detak jantungku dan detak jantungnya.
“Aku boleh?” tanyanya pelan, ragu namun penuh harap.
Aku tak menjawab dengan kata-kata, hanya menutup mata perlahan.
Dan di detik berikutnya, bibirnya menyentuh pipiku—ringan, lembut, hampir seperti sentuhan bulu angsa. Namun cukup untuk membuat seluruh tubuhku hangat, seolah ada jutaan kembang api meledak dalam diam.
Tulis Kisahmu DISINI
Itu bukan ciuman dramatis seperti di film, bukan juga ciuman yang terburu-buru. Hanya ciuman sederhana di pipi, di kelas kecil bernama 1B. Tapi bagiku… itu lebih dari cukup. Itu adalah momen ketika seluruh dunia seakan berhenti, menyisakan hanya kami berdua.
Saat ia menjauh, wajahnya memerah. “Itu… ciuman pertama aku,” katanya, hampir tak terdengar.
Aku tertawa kecil, menggenggam lengan bajunya. “Sama. Dan aku senang itu darimu.”
Bel masuk berbunyi. Teman-teman mulai berdatangan, memenuhi ruangan dengan suara ribut. Namun bagiku, pagi itu tak lagi sama. Karena di antara ratusan kenangan yang akan kutulis dalam hidupku, ciuman pertama di kelas 1B akan selalu menjadi yang paling manis.
